Jumat, 15 November 2013

DARI SURA KE SURA

Hari ini saya teringat satu interaksi saya setahun lalu dengan seorang kerabat, kerabat yang sangat saya hormati sebagai pengayom saya di keluarga besar.
Dengan berat hati saat itu saya ambil sebuah keputusan untuk menghilang dari hiruk pikuk istana Jawa, melebur kembali menjadi satu bersama masyarakat.
Suatu keputusan yang bisa saya jaga hampir satu tahun lamanya, namun beberapa waktu terakhir tergoyahkan.
Berikut interaksi saya satu tahun lalu,

"Assalamu'alaikum, wilujeng enjang kangmas R.M. Andre Adriano Soerjokoesoemo yang senantiasa saya cintai, hormati & banggakan. Mohon maaf sebelumnya atas apa yang akan sampaikan disini mas, sebenarnya ini hal yang sangat berat untuk saya putuskan.
Dengan berat hati saya mewakili para sedherek Garda MN Wilayah Jateng & DIY mohon undur diri dari kepengurusan Garda MN mas. Jujur kami merasa tidak nyaman terkait interaksi dengan mas XXX selama ini. Beliau sepertinya tidak memiliki respek pada kami.
Dimulai dari pernyataan memojokkan beliau di Grup FB yang dulu ketika berkunjung ke Jogja tidak mendapat sambutan dari Garda MN Jogja khususnya saya. Sekali lagi disini saya jelaskan posisi saya yang saat itu sedang berada di Temanggung & tak tahu menahu atas rencana kunjungan mas XXX ke Jogja. Saya baru tahu di hari H & itupun dari mas YYY (yang saat itu masih simpatisan Patrap). Sebenarnya yang layak kecewa saat itu saya karena mas XXX telah mengacuhkan saya sebagai Ketua Garda MN Jogja & lebih memilih berkomunikasi dengan mas YYY. Tapi memang menjadi tipikal saya untuk selalu berusaha mengalah kepada yang lebih tua mas, saya biarkan mas XXX menyerang karakter saya di Grup FB tersebut.
Kemudian interaksi negatif berlanjut lagi ketika di pagelaran Matah Ati mas XXX sama sekali tak membalas sms dari saya & membiarkan Garda MN Jogja menunggu beliau tanpa kepastian di pos keamanan gerbang barat Pura hingga pk 23.00 WIB dalam kondisi belum makan malam. Keesokannya ketika saya ingatkan di Grup FB mas XXX pun mengacuhkan saya secara terang-terangan di posting yang saya buat tanpa merasa bersalah sedikitpun.
Kasus terakhir adalah yang terjadi di Grup BB kemarin dimana mas XXX menyebut istilah "Pengawal Londo mas Andre dari Jogja-Jateng", beliau melenggang dengan santainya mengacuhkan pertanyaan-pertanyaan saya & bahkan secara tidak langsung menganggap saya tidak waras dengan mengatakan "yang waras ngalah".
Kiranya sudah cukup saya dengan akumulasi itu semua kangmas. Dalam semua kasus itu juga kami menilai ada pembiaran yang terjadi dari pengurus pusat. Mungkin memang keberadaan saya di Garda MN sudah tak ada harganya lagi, khususnya bagi beliau calon Ketua Pelaksana Harian. Atas dasar itulah musyawarah Garda MN Jateng-DIY tadi malam dengan bulat memutuskan untuk mohon undur diri mas. Lebih baik kami yang mundur daripada hanya menjadi kotoran di Garda MN nantinya. Toh mumpung kartu anggota kami belum jadi & SK pembentukan Garda MN Wilayah Jateng-DIY juga belum dibuat.
Insya Allah tanpa kami pun Garda MN masih akan bisa berjalan sebagai mana mestinya. Mas Andre & mas Kiki kan sudah memiliki banyak punggawa setia disana. Yang kami tekankan disini, keputusan keluar dari kepengurusan ini bukan berarti putus hubungan kekeluargaan mas. Sampai mati saya tetap MN, tanpa terikat satu atau dua organisasi apapun. Jadi pasca ini sampai kapanpun saya akan tetap cinta, hormat & bangga pada mas Andre serta mas Kiki.
Kangmas berdua lah yang membuat saya 'kembali' ke Pura setelah sekian lamanya keluarga besar saya putus hubungan dengan MN. Kangmas berdua yang membuat saya memiliki gairah untuk menggali lebih dalam tentang khazanah MN. Saya akan selalu ingat perjumpaan pertama kita di Upacara Pengetan Ndalu 1 Sura 1945 Wawu, perjumpaan pertama saya dengan mbak Ami di Reksa Pustaka, petualangan saya ke ibu RAy. Siti Sundari & Museum Batik Danarhadi untuk mencari data batik, kunjungan saya ke FK UNS untuk membahas rencana baksos kita, rapat pertama kita di Sekretariat Garda, keikutsertaan saya di sarasehan Patrap sebagai mata-mata Garda MN, dan berbagai kenangan tak terlupakan lainnya.
Kenangan-kenangan itu akan dengan bangga saya ceritakan ke anak cucu saya nantinya bahwa saya pernah walau sekejap mewakili keluarga besar 'kembali' merapat pada saudara-saudara yang amat membanggakan di MN.
Terakhir, saya teringat kata-kata eyang kakung saya (Suko Sudarso) yang pernah saya sampaikan ke mas Andre di 9 Agustus 2011 (ketika sedang gonjang ganjing Patrap, dimana saat itu mas XXX masih berkongsi dengan mas Joko), "Kita tdk usah ikut-ikut yg seperti itu. Kita ini hanya keturunan rakyat kecil biasa, bukan orang jero beteng seperti mereka". Kata-kata itu secara serius diucapkan eyang Suko di hadapan saya & sahabat-sahabatnya (diantaranya saat itu hadir Bondan Gunawan & Eros Djarot). Kata-kata yang menambah rasa penasaran saya sejak mengetahui bahwa nama keluarga saya yang terakhir tercatat di Kitab Asalsilah adalah eyang Suryomijoyo (eyang wareng saya) dgn keterangan 'Kanjenganipun dereng kasumerepan turunanipun'.
Tapi sekarang saya tahu, bahwa memang hal itu sudah menjadi pilihan keluarga besar saya untuk 'menghilang'. Akan menyalahi aturan kiranya jika saya melawan kehendak eyang-eyang saya. Mungkin inilah saatnya saya kembali menjadi orang biasa mas, hanya Bagus si anak desa dari Temanggung putra pak Dirhansyah yang sedang mengejar cita-cita menjadi seorang insinyur minyak untuk bangsanya..
Sekali lagi terima kasih banyak atas bimbingannya selama ini, maaf saya hanya bisa sampai disini. Sesuai restu dari kedua orangtua saya, saya kembalikan mandat Ketua Garda MN Wilayah Jawa Tengah & DI Yogyakarta pada kangmas semua. Nuwun. Wassalamu'alaikum.

Ngayogyakarta Hadiningrat, 14 Sura Jimakir, Rasa Sekawan Aruming Praja.

-Mochammad Bagus Pratomo Ryagede bin Mochammad Dirhansyah Ryagede bin Mochammad Hendarmin Ryagede bin Mochammad Harun Ryagede bin Mochammad Hasan Ryagede bin Ryagede-"

Demikianlah satu interaksi emosional saya setahun lalu. Entah kenapa hari ini saya teringat kembali.
Hanya saja saya sering terpikir bahwa apa mungkin apa yang saya lakukan di masa ini salah?
Mengubah kehendak leluhur untuk benar-benar mengendap bersama masyarakat.
Akibatnya masalah demi masalah selalu saja menghantam hebat.
Saya memutuskan untuk merapat bersama mereka sejak tanggal 1 Sura dua tahun lalu, kata-kata di atas saya buat tanggal 14 Sura tahun lalu, dan hari ini adalah tanggal 12 Sura.
Saat ini intensitas interaksi saya dengan keluarga besar nan penuh gemerlap itu kembali tinggi,
apakah saya harus menghilang kembali?
Agar bisa rasakan hidup yang adem ayem tentrem lagi?
Ah entahlah, biar waktu yang kan menjawab semua pertanyaan itu.
Semoga Sura tahun depan jauh lebih baik....